mUteTM

Cukup sedih melihat kondisi universitas tercinta, saya tidak mengatakan perihal bangunan, fasilitas ataupun metode pembelajaran digunakan, karena sudah sangat jelas hal itu dibawah rata-rata. Disini saya ingin berbagi pengalaman sedikit tentang nasib mahasiswa yang berkuliah disini. 

Pagi tadi salah seorang teman kelas saya yang bernama nay (nama samaran) bercerita pada saya, atau lebih tepatnya menanyai saya mengapa mengambil mata kuliah di semester 3, padahal sudah sangat jelas pada saat itu saya membayar UKT full dan mengikuti pembelajaran kuliah seperti umumnya, hanya saja tidak seperti mahasiswa lain yang seangkatan saya.

Seperti biasa saya selalu menceritakan dengan sangat bersemangat untuk menghujat dan membenci prodi, dosen beserta jajarannya. Namun hal tersebut justru membuat nay tertawa sambil ingin menangis, padahal saya tak berniat untuk membuat nya kasihan pada saya. Entah bagaimana pun atau sampai kapan pun ketika pembahasan itu diulas saya tidak pernah terima dan ikhlas, selalu saja umpatan umpatan kotor yang keluar dari mulut saya.

Tak perlu menunggu lama saya menanyakan kembali apa yang kamu rasakan memangnya, hingga membuat ekspresi mu bercampur aduk.

Bahkan diluar dugaan yang saya pikirkan sebelumnya, ia mengatakan mengalami kasus serupa seperti saya, hanya saja ini bukan masalah konversi nilai, melainkan kelalaian pihak universitas dalam menangani administrasi mahasiswa.

"Nasib buruk sama seperti dirimu wei.."

"Pada semester lalu saya sempat mengikuti perkuliahan pada umumnya, berjalan seperti biasa, namun saat kenaikan semester 3 masalah tiba-tiba saja muncul. Awalnya saya sudah membayar UKT namun ternyata kesalahan di lakukan oleh pihak bank, yang menjadikan pembayaran tersebut tidak bisa terlihat pada puhak universitas, padahal jelas saya sudah bayar".

"Setelah berkisar sebulan lebih mengurus pembayaran tersebut, sayang tidak ada hasil dan akhirnya pihak universitas memaksa saya untuk mau tidak mau harus melakukan cuti. Saya menuruti semua yang diperintahkan mereka, dengan harapan semua akan berjalan lancar"

"Namun saat proses pengurusan SK cuti, lagi lagi saya terabaikan lagi, hal tersebut yang membuat saya tidak mendapatkan potongan 25% dari biaya UKT normal nya, sebagai mahasiswa pengambil cuti"

"Hingga setelah itu saya dipaksa untuk membayar full uang UKT dengan penuh sebesar 3 juta rupiah kembali, yang secara keseluruhan dalam satu semester saya sudah membayar 6 juta rupiah untuk universitas namun tidak dapat mengikuti pembelajaran perkuliahan"

"Dan alhasil setelah kejadian itu, saya hampir tidak ingin melanjutkan kuliah, mungkin tak sesemangat saat semester awal dulu, terlebih di semester selanjutnya pun saya juga harus menambah semester untuk pengganti semester saya yang hilang"

Setelah mendengar itu rasa sakit yang sudah lama saya timbun seketika meluap dan sangat membenci universitas tercinta ini. Bahkan sekelas kepala prodi pun acuh terhadap permasalahan seperti ini.

Diluar sana dosen berlomba lomba memberikan tugas sebanyak-banyaknya, memforsir tanpa aturan, menghambur-hamburkan uang mahasiswa nya dengan landasan tugas akhir dll. Atau justru dosen sedang sibuk mengejar jabatan agar bisa naik golongan, agar bisa mrnjadi dosen paling berprestasi dengan menekan mahasiswa nya dengan tugas-tugas membuat jurnal.

Sampai sini saya sadar, bahwa saya hanya sedang memenuhi mata kuliah yang di tetapkan pihak universitas, terlepas paham atau tidaknya. Yang penting mata kuliah wajib/pilihan mu sudah ditempuh, masalah UKT? orang tua? dana hidup? ohhh tentu saja itu bukan urusan saya. 99% Tugas dosen hanya mengurusi administrasi nya sendiri, membuat jurnal penelitian, laporan dosen, serta absensi dll, yang tak lain hanya untuk persyaratan mencairkan gaji mereka sendiri. Bukan memenuhi tanggung jawab sebagai pengajar mahasiswa.

jangan semangat teman-teman tetap membuat kekacauan 🙏🏻

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beda Wadah, Beda Pula Rasa

Random

Yang Katanya Sudah Modern, Tapi Masih Menyimpan Ritual-Ritual Mistis