Malam Terlalu Malam

Mukhalafatu lil hawadits, untuk malam ini mungkin iman saya yang sangat tipis ini telah hancur lebur, anggapannya ini adalah sebuat tamparan parah, meski bukan hanya saya yang merasakan. Saya adalah orang yang sekali nya mendapat kritikan akan langsung berfikir hingga tuntas, tak jarang mencocok-cokok an dengan hal lalu yang juga pernah saya alami, kemudian saya akan merubah total. Bisa dikatakan kena mental kalau bahasa sekarang.

Malam ini bukan malam pertama saya kembali menata niat untuk hidup, lebih tepatnya saat saya di bebani tanggung jawab sebagai litbang oleh gusti allah, kata mas citra seperti itu. Saya tak menghitung, seberapa banyak orang yang sudah mengingatkan saya namun terabaikan, tak terkecuali senior-senior saya di SM. Sederhana nya untuk menutup aurat dan berbicara sedikit sopan. Saya yang terlalu menjunjung idealis sebagai perempuan liberal akhirnya terpatahkan, dan saya yakin gusti allah sendiri yang mengingatkan saya melalui mas citra.

Meski tak menyindir sedikit pun perihal ucapan dan aurat, bahkan penjelasan lebih secara general seperti esensi diklat, ilmu spiritual, rasa syukur. Namun, itu semua saya simpulkan sebagimana yang sudah saya rasakan selama ini. 

Hal pertama yang paling basic dalam hidup kata mas citra, "awak mu petuk aku, di deleh nang meet karo aku, karo hilmy duduk atas kehendak mu, sedurunge awak mu yo gak tau kepikiran bakal iso omong-omongan koyo ngene, awak mu gak bakal ngerti nek awak mu bakal di kei tanggung jawab muruk i wong-wong akeh, ngapik i awak e dewe ae durung iso, opo maneh ngekei dalan nang wong liyane, seng kabeh iku onok pertanggungjawaban marang pengeran nduwur, awak mu gak bakal kepikiran iku kabeh, iku ngunu atas kehendak e gusti allah, awak mu gak iso nolak iku kabeh".

Ucapan seperti itu seketika menancap bagian uluh hati saya waktu itu, bahkan sampai sakit nya tidak terasa air mata saya menetes secara tiba-tiba. Jujur sebelumnya belum pernah ada ucapan yang membuat keras kepala saya runtuh apalagi menembus hingga titik jantung yang paling dalam. Seketika saya mengingat beberapa tahun lalu, mungkin bisa dikatakan ketika saya berada di titik antara bisa melanjutkan hidup dan mati, dalam kondisi koma selama 48 jam, dan dua bulan lebih rasanya paru paru saya tidak berfungsi dan harus digantikan dengan oksigen yang beberapa kali harus di isi ulang. Saat koma, saya benar-benar tidak ingat apa-apa kecuali saya hanya ingin bernafas normal seperti biasanya. Berjalan nya waktu dengan obat, suntikan, dan kabel-kabel yang melilit dada saya akhirnya terlepas juga. Tapi setelah itu saya lupa bahwa saya memiliki kesempatan untuk hidup dan bodoh nya itu tidak saya gunakan dengan sangat baik.

Hingga kejadian itu teringat kembali saat saya membeli oksigen di apotik telang, lebih tepatnya sebelum pemberangkatan ke gunung. Dengan harga 50 ribu, saya hanya bisa mendapatkan oksigen 50g saja. Seketika saya mengingat kondisi saya kala itu, dimana tiap lima hari sekali nya menghabiskan tabung ukuran besar, dengan harga kisaran 5 juta per tabung. 

Setelah memberikan pada mbak irma, saya memutuskan ke kamar mandi untuk cuci muka, karena sebenarnya saya ingin sedikit menenangkan diri sendiri. "Yallah.. selama ini saya bernafas dengan apa yang njenengan berikan secara cuma cuma kepada saya manusia yang tidak tau diri ini".

Kembali ke pembahasan awal, tak hanya dari situ mas citra mengoyak oyak mental saya. Ahasiba nnaasu an yutrakuu an yaquuluu aamannaa wahum laa yuftanuun

Saya kembali disodorkan sebuah kenyataan pahit bahwa apakah tujuan hidup mu selama ini sudah benar? atau tujuan masih terkungkung oleh pikiran serakah mu, membuat target, melakukan sebuah cara untuk mencapai suatu keinginan? bahkan tidak lupa pihak nya juga menyinggung perihal beban yang di limpahkan pada saya, "opo awak mu dadi litbang iki mek ngelakoni sesuai proker mu tok, opo dadi litbang iki mek nggolek cara ben wong-wong iso dadi seng mbok karepno utowo, opo dadi litbang iki mek nggawe target keberhasilan setiap angkatan, ora koyok ngono konsep e, kabeh wong iso nglakoni sesuai proker, kabeh wong iso mbidik sesuai target, tapi apakah wong iku iso tanggung jawab karo seng nggawe urip, eleng loh yaa.. urip iki gak hanya hablumminannas, tapi yo hablumminallah. Kabeh seng sekirane arep mbok lakoni ojo mergo wedi karo senior mu, ojo wedi awak mu gaiso tanggung jawab karo nduwuran mu, tapi wedio karo seng ngekei amanah awak mu nang posisi iki, wedio nek awak mu gaiso tanggung jawab nang seng nggawe urip,".

Detik itu juga saya justru lebih baik memilih untuk di pecat secara tidak hormat daripada harus menanggung beban yang bukan hanya milik saya, tapi juga disisi lain, bahwa semua itu dikembalikan pada takdir. Bahkan sebelumnya pun saya tidak pernah terfikirkan atau sekedar bermimpi buruk akan berada di posisi se tanggungjawab ini.

Saya yakin, untuk level sekeras pikiran saya yang bahkan orang tua saya sendiri tidak bisa menekuk apa yang sudah menjadi keputusan saya akhirnya teruntuhkan juga.

Malam ini tepatnya, kedua kalinya saya meneteskan air mata secara tidak sadar, bahkan saya pun tidak berada dalam kondisi bersedih, sakit mata, habis menguap ataupun benar benar tersentuh dengan materi yang disampaikan. Namun kiranya hati saya yang sudah tidak kuat dengan pikiran ini, yang terlalu menganggap benar apa yang saya anggap benar, dan sial nya hal itu tidak sesuai dengan apa yang di inginkan hati terkecil saya.

Satu hal yang terlintas di pikiran saya, IBU. Sering nya saya tidak bisa membedakan antara mengidolakan ibu saya yang superior kuat jauh di bandingkan saya yang dibawah rata-rata ini, atau saya berusaha mengalahkan ibu saya, dengan cara melakukan semua hal yang pernah dilakukan ibu saya pada masa itu. Mulai dari ibu saya yang tidak pernah merepotkan orang tua nya, ibu saya yang terombang-ambing dengan kondisi nya saat itu, ibu saya yang pernah dilecehkan, ibu saya yang benar-benar memiliki trauma dan kekecewaan secara berlebihan, bahkan jatuhnya pada tempramental. 

Mungkin tidak sepatutnya saya jelaskan secara spesifik, tapi sial nya saya baru mengetahui akan hal itu setelah belasan tahun saya di besarkan, tepat nya setelah saya membaca buku bukan pasar malam. Dirinya bukan orang yang lemah, bahkan sangat rapat menyimpan itu semua dalam keseharian nya. Ketika teman saya mengatakan bahwa saya sok kuat, mungkin kalian belum pernah kenal ibu saya.

Kadang sifat saya yang seperti itu membuat saya meremehkan beliau sebagai orang tua saya, saya menganggap saya bisa sendiri, saya melakukan apapun dengan sendiri, meskipun sebenarnya tujuan saya bukan mengajak adu nasib dengan ibu saya, jelas saya yang kalah. Tapi tujuan saya lebih pada saya tidak ingin merepotkan kalian, tak terkecuali bapak saya. Meskipun saya belum bisa membahagiakan dengan bentuk materi ataupun lainnya, setidaknya saya ingin mengurangi beban yang keluarga saya rasakan. Pikiran saya hanya satu, cukup kala itu saja ibu merasakan keterpurukan seperti itu, saya tidak ingin menambahi nya bahkan menjadi beban.

Namun setelah mas citra menceritakan pengalaman nya, dengan mendapatkan balasan dari apa yang pernah dilakukan nya, itu sama persis dengan apa yang saya lakukan selama ini, mungkin seperti itu. Dua hal yang berbeda menjadi satu hal yang beda tipis, yakni mengasihani atau iba dan merasa dirinya mampu/ cukup tinggi, wallahu a'lam.

Lebih spesifik nya mungkin hanya saya yang bisa menarik benang merahnya, dan harapan saya tetap bisa mengingat bahwa disini saya bukan siapa-siapa, tak terkecuali di dunia bahkan di SM. Lebih tepatnya manungsa mung ngunduh wohing pakarti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Beda Wadah, Beda Pula Rasa

Random

Yang Katanya Sudah Modern, Tapi Masih Menyimpan Ritual-Ritual Mistis